Entah berapa lama setelah itu,
sambil meletakkan gelas berisi, seorang pelayan kafe berkata, “Ini pesanannya,
satu gelas Cappuchino Hot Cookies. Selamat menikmati.” Tersenyum manis
menghiasi wajah pelayan tersebut, seraya kembali membawa nampan hitam NEEROW ke
dapur kafe. Dengan muka cuek, perempuan berjaket itu menyeruput minumannya, hangat.
Tak
lama setelah itu, sepertinya kafe tersebut akan mendapati konsumen lagi. Tiga
orang perempuan masuk ke dalam kafe, ada yang menggunakan jaket putih bleret
pink dengan pita merah menempel di kepalanya, sweater hijau dengan topi oranye,
serta seorang perempuan dengan baju lengan panjang berwarna merah berpola bunga
sakura. Dua diantaranya memesan Hot Chocolate dan yang lainnya memesan Hot
Vannila Coffee. Sambil menunggu pesanan, tiga perempuan tersebut menghampiri
perempuan berjaket biru yang tadi memesan Cappuchino Hot Cookies.
“Hai,
Lin..” sapa lembut perempuan dengan sweater hijau ke arah perempuan berjaket
biru, Alin namanya. Perempuan yang kerap disapa Alin, seraya menengok dan
berkata, “Hai Ghi !” “Duduk gih.” Ghi dan dua temannya seraya duduk dekat Alin.
“Thea, jaket baru, ya ?” tanya Alin. “Nggak sih, udah sebulan yang lalu.” Jawab
perempuan berjaket putih bleret pink tersenyum tipis, Thea. “Oh, ya ?” Alin
mengangkat alis kanannya tingi-tinggi. “Iya..” jawab Thea menganggukan kepala,
tersembul pita kecil berwarna merahnya. “Okelah..”
Tak
lama setelah itu, datang pelayan kafe yang sama, serta membawa nampan yang sama
persis dengan yang tadi, nampan hitam dengan tulisan NEEROW dibaliknya, pelayan
kafe itu langsung meletakkan pesanan tiga orang teman Alin, dua Hot Chocolate
dan satu Hot Vannila Coffee. Senyum manis menyembul dari bibir si pelayan kafe,
berkata dengan nada bicara yang sama, “Ini pesanannya, satu gelas Hot Vannila
Coffee dan dua Hot Chocolate. Selamat menikmati.”
Mereka
berbincang-bincang hingga lupa waktu. Jam kafe menunjukkan pukul setengah
sembilan malam. “Lin, Ujian Sekolah kapan sih ?” tanya perempuan dengan baju
lengan panjang warna merah, tiba-tiba. “Entahlah. Mungkin bulan Mei.” Jawab
Alin seraya mengambil gelas minumannya yang hampir habis, ia menyeruput
Chocolate Hot Cookies-nya hingga habis, tak tersisa. “Bener tuh, kata Alin !
Mei nanti, awal-awal sih !” kata Ghi menambahkan “Ooo... sebentar lagi dong, 5
bulan lagi !” kata perempuan dengan baju lengan panjang. “Memang kenapa, Er ?”
tanya Alin. “Nggak, aku cuman mau ngajak kamu belajar bareng.” Ucap perempuan
berlengan panjang, Erika. Thea dan Ghi menyeruput minumannya. “Iya Lin, pasti
seru deh kita berempat belajar bareng !” tambah Ghi. “Lin, ayolah ! Mau
dong...” Thea memohon dengan harap, matanya berkedip-kedip, berulang kali,
terpampang jelas di wajahnya muka memelas. “Gimana ya ?” kata Alin sedikit bimbang menjawab. Ia tidak suka
kalau diajak belajar bersama, apalagi dalam rangka menyambut Ujian Sekolah,
paling malas, Huh.
Drrt, drrt, drtt... HP Alin bergetar. Ia langsung
mengangkat hp-nya dari saku bagian kanan jaketnya. Mengeluarkan HP sambil
membuka flipcase. Ayah, pasti disuruh
pulang ! batin Alin. “Bentar ya teman-teman, Ayahku nelpon nih !” Alin
berjalan menjauh, keluar dari kafe, berdiri tepat di samping jendela kaca besar
dengan lebar hampir 1,5 meter, menggenggam HP nya dan diangkatnya tinggi-tinggi
ke telinga. Wajah Thea yang sedari tadi penuh rasa berharap, telah berubah
pucat. Ia tahu pasti Alin tidak mau diajak belajar bersama. “Ah, Alin pasti
nggak mau !” bisik Thea kepada Ghi dan Erika. “Positive Thinking dong, Thea !” bisik Erika kepada Thea. “Iya, deh
!” ucap Thea menjawab. “Ya udah, kita tunggu aja dulu !” kata Ghi menyarankan.
Thea mengangguk tanda setuju. Mereka bertiga menunggu Alin selesai telpon.
Di
lain tempat, di luar kafe, di samping jendela kaca besar. “Ada apa ?” tanya
Alin di pesawat telpon. “Ayo, pulang ! Udah malam, Lin !” kata Ayah Alin, “Iya
deh, entar dulu. Jam sembilan, ya Yah !” Alin mencoba meminta, “Nggak bisa,
Lin. Udah larut malam, ini, nanti Bundamu marah lagi lho !” Ayah Alin mulai
mengancam, “Iya iya..” Alin hanya bisa mengiyakan. Alin langsung masuk kafe,
sambil berfikir Kalau misalnya aku pulang
dulu,.. e.. Ah, nggak apa-apa sih, aku nggak usah bahas masalah Ujian Sekolah,
Mei nanti !
Alin berjalan
masuk ke arah kafe, di dalam hatinya ia merasa senang, tetapi di wajahnya
terpampang muka merengut. “Lin, kamu mau pulang ya ?” tanya Thea. “Iya, mau
gimana lagi...” Alin belum sempat menyelesaikan ucapannya, “Terus gimana dong !
Kamu mau ikut nggak ? Tiap Hari Sabtu, Lin ! Seminggu sekali latihan lumayan,
kan ?” potong Erika, Emmh.. gimana niih,
aduuh ! Alin merasa bingung, sembari berjalan mundur ke arah kasir, Alin
berkata, “Di Sekolah, deh ! Aku kasih jawabannya..” “Tuh kan !” Thea langsung
bergidik lesu. Alin segera memberi senyuman kepada Thea sembari menengok ke
arah kasir dan membayar sejumlah harga minumannya. “Berapa mbak, satu Chocolate
Hot Cookies ?” Penjaga kasir langsung menghitung di komputer kasirnya, “Empat
belas ribu, dek.” Alin mengeluarkan uang senilai dua puluh ribu dari kantong
celana jeans-nya kepada penjaga
kasir. Penjaga kasir mengeluarkan sejumlah uang kembaliannya, “Ini ya,
kembaliannya enam ribu.” Alin langsung menerima uang dari penjaga kasir, segera
pergi dari Kafe NEEROW tempat ia duduk menenangkan diri, tetapi malah diganggu
oleh ketiga temannya. Sebenarnya bukan mengganggu sih, tapi,.. ah ya, sudahlah...
Alin-pun pulang menyusuri jalan yang sama, jalan setapak.
Ia mengeluarkan HP nya dan memutar lagu yang sama, Superstar. Perjalanan pulang
Alin dari kafe berakhir di samping jalan raya sebelah kanan, rumah Alin. Rumah
Alin lumayan besar, ia mempunyai 1 mobil dan 3 motor milik Ayahnya dan kedua
kakak-kakaknya, serta 3 sepeda, dua milik Alin dan satunya lagi milik kakak
keduanya. Alin memang tidak suka berangkat pakai mobil, dia lebih suka
berangkat menggunakan sepeda, hijau warnanya, bersama Erika dan Ghi, karena
rumah mereka berdekatan, hanya selisih 3 sampai 5 rumah.
Keesokan harinya,...
“Lin, gimana ? Kamu mau
nggak ?” tanya Thea tak sabar sesampainya Alin meletakkan sepedanya di tempat
parkir sekolah, Garuda Elementary School I. “Kayaknya nggak bisa, deh Thea !
Lagi banyak tugas.” Jawab Alin bohong. “Ya udah deh nggak apa-apa.” Thea
langsung meninggalkan Alin dengan muka merengut. Thea langsung mendekati Ghi
dan Erika, “Ghi, Er, si Alin nggak mau ! Kita bertiga dong, berarti.” Gerutu
Thea. “Mau gimana lagi ?” kata Erika pasrah, Ghi hanya membalas gerutu Thea
dengan senyuman manisnya, “Lagian teman-teman lain yang mau ikut juga bisa kan,
selain Alin ?”
2 bulan kemudian,...
“Anak-anak,
minggu depan, akan diadakan PRA Ujian Sekolah atau lebih singkatnya dengan nama
PRA US, untuk itu sebaiknya anak-anak mulai dari sekarang dicicil belajarnya.
Agar saat PRA US sudah siap.” Kata Bu Dessy, selaku wali kelas 6F, kelas Alin.
Alin mendengarkan penjelasan Bu Dessy dengan malas dan menggerutu pada dirinya
sendiri, Huh, Ujian Ujian Ujian, kayak
nggak ada yang lain ! Santai dong, masih ada sekitar 2 bulan-an kan.. Sebel deh
! Nggak dirumah nggak di sekolah, pasti topik pembicaraannya ‘Belajar Ujian
Sekolah’
“Baik,
Bu Guru...” ucap seluruh murid-murid setelah mendengarkan penjelasan Bu Dessy.
“Siapa di sini yang sudah mulai belajar dari materi kelas 4 dan 5 ?” tanya Bu
Dessy. Tidak ada yang mengangkat tangannya kecuali dua murid perempuan, Siska
dan Ana. “Baik.” Kata Bu Dessy.
Kriiiiing.... bel istirahat berbunyi. Seluruh murid
langsung keluar kelas menuju kantin, termasuk Alin. Alin pergi ke kantin
sendirian, tanpa Ghi, Thea, dan Erika, rupanya mereka bertiga harus
menyelesaikan tugas piketnya terlebih dahulu, menghapus papan tulis, mengisi
tinta spidol, dan sebagainya. Alin keluar kantin sambil membawa bungkusan nasi
goreng kesukaannya, memakannya dengan sangat lahap. Nyaam.. yummy...
Saat pengumuman PRA US tiba,...
Banyak
anak-anak mengrumuni sebuah papan panjang berwarna biru. Ghi dan Thea sudah ada
di krumunan tersebut. Alin bejalan keluar dari kelas, dan mencoba menebak-nebak
apa yang sedang terjadi. “Apa sih ?” tanya Alin kepada teman sekelasnya,
Mahardika. “Itu, pengumuman PRA US. Kesana yuk !” ajak Mahardika, “Boleh juga
tuh !” jawab Alin. Alin berjalan santai menghampiri papan pegumuman tersebut,
sedangkan Mahardika sangat bersemangat, sedikit berlari.
“Lin,
kamu peringkat berapa ?” tanya Ghi yang sejak tadi sudah melihat hasil PRA US,
“Nggak tau, ni mau lihat.” Jawab Alin, “Kamu peringkat berapa, Ghi “ tanya Alin
sekali lagi, “Alhamdulillah, aku peringkat ke-tiga.” Jawab Ghi tersenyum
simpul. “Wah, selamat ya..” Alin tampak senang. Kalo Ghi bisa peringkat tiga, aku... Alin mulai berangan-angan.
Alin
mulai melihat dari peringkat teratas, ternyata bukan, peringkat pertama
tertulis Erika Mufida Zulfa, itu nama lengkap Erika. Peringkat dua bukan juga,
sampai peringkat 52, Alin tampak gelisah, ia melihat peringkat lima terakhir
ternyata, Alin Nahwa Fitria. Alin tampak sedih, ia tak menyangka mendapat
ranking lima terakhir. Ia mulai menyalahkan dirinya sendiri, nasi sudah jadi bubur. Ia
sudah tak dapat lagi merubah nasib buruknya, kejadian yang sangat-sangat fatal.
Sesampainya
di kelas, murid-murid ramai menyebutkan nama Alin, sampai berbisik-bisik. Alin
mulai sadar, dirinya memang suka mengentengkan
semua pelajaran, entah itu saat Ulangan, Psikomotor, UTS, bahkan UAS. Memang,
sejak kelas 1, Alin anak yang pandai semua mata pelajaran. Namun, saat masuk
kelas 6 selalu saja Ulangan atau Psikomotor nilainya pas-pasan, ada juga yang
dibawah KKM, remidi.
Alin kini sadar. Ia pulang dengan hati sedih dan muka
merengut lesu. Sebelum pulang, ia pergi ke Kafe Neerow. Ia ingin menenangkan hatinya
di sana. Setelah selesai, ia mencoba menelpon Thea, yang pernah ia lukai
hatinya karena tak mau ikut belajar bersama. “Iya. Halo, Lin.” Suara Thea
terdengar dari pesawat telepon. “Eh, gini Thea. Aku mau ikut dong belajar
barengnya, boleh ya !” kata Alin balik memohon. “Boleh, emang kenapa kok
tiba-tiba kamu mau ikut gitu ?” tanya Thea. “Eheh, e.. peringkatku jelek banget
! Peringkat terbawah, Thea !” kata Alin dengan nada kasihan, “Yang benar aja,
jangan sedih dong, Lin ! Kamu bisa ikutan, sekarang bukan Hari Sabtu aja, tiap
Hari Selasa, Rabu, sama Sabtu.” Ujar Thea dari balik telepon. “Siip.. dimana ?”
tanya Alin lagi, sekarang ia tampak sudah tidak begitu sedih. “Di rumahmu juga
bisa ! Nanti aku bilang ke Ghi sama Erika. Oh, ya ada dua teman yang udah ikut
gabung.” Thea menjawab sekali lagi, Alin sudah pasti bisa menebak, “Siska dan
Ana, pasti. Iya kaan ?” “Eh, kok tau ?” Thea mulai heran, “Tau, dong !” ucap
Alin, “Udah dulu, ya Thea ! Sampai ketemu besok di rumahku.” Kata Alin menambahkan.
Flipcase HP Alin ditutup.
Detik-detik menjelang Ujian Sekolah,..
Alin
sudah siap berangkat sekolah. Penampilan Alin mulai berbeda, ia dikepang
rambutnya dengan pita warna-warni yang indah, rambutnya yang panjang seringkali
membuat Alin merasa terganggu, tidak konsentrasi. Alin tampak lebih lucu dari
sebelum-sebelumnya. Seperti bias,a Alin berangkat menggunakan sepeda
kesayangannya, sepeda berwarna hijau.
Setibanya di sekolah, Alin langsung memakirkan sepedanya
di tempat biasa. Alin menghampiri kelas 6F, kelasnya. Banyak murid-murid saling
berbisik tentang Alin. Tetapi Alin tampak tak menghiraukannya. Alin terus
tersenyum pada siapa saja. Ia tak ingin kejadian peringkat PRA US-nya terulang
kembali. Ia sudah siap dengan semuanya : materi, peralaan LJK, dan tak lupa ia
selalu memanjatkan do’a sebelum ujian dimulai.
Beberapa minggu kemudian,..
Tak
terasa sudah 2 minggu setelah Ujian Sekolah dimulai. Alin sudah tak sabar
dengan peringkat Ujian Sekolahnya. Jam istirahat sudah terdengar dan mengiang
di telinga Alin sejak tadi-tadi. Alin segera menghampiri Kelas 6C untuk
menghampiri Erika dan Ghi bersama Siska dan Ana, tak lupa ia menghampiri Kelas
6B, Thea teman terbaik Alin.
Mereka
ber-enam saling mengobrol tentang Ujian Sekolah 2 minggu yang lalu. “Gimana ?
yang paling susah menurut kalian mapel apa ?” tanya Erika, “Kalo menurutku
Bahasa Indonesianya, Er !” kata Ghi, “Iya tuh ! Aku juga..” kata Siska dan
Alin. “Emm.. betul juga. Tapi, kalo menurutku paling susah siih.. IPA. Banyak
hafalannya, kan.” Kata Ana berpendapat yang lain. “Kalo aku, Matematika !
Ngapalin rumusnya itu lho !” Erika mulai berpendapat dengan pertanyaan yang
telah ia lontarkan sendiri. “Hahaha.. iya juga ! Tapi kalo belajar bareng jadi
tambah gampang dan lebih cepat hafalnya, nambah wawasan lagi..” kata Thea,
“Betul, betul, betul..” ucap Alin menirukan seorang tokoh di animasi milik
Malaysia, Ipin. Tawa dan canda-pun menyelimuti obrolan mereka.
“Murid-murid silahkan kalian melihat hasil pengumuman
Ujian Sekolah !” kata Pak Bin dari pengeras suara. “Eh, ayo temen-temen !” kata
Alin tak sabar. “Iya..” mereka berlari penuh semangat. Setibanya di papan
pengumuman, Alin melihat peringkat paling bawah. Ia memohon kepada Allah agar
tidak dapat peringkat paling bawah lagi. Dan,.. bukan Alin yang berada di
peringkat terbawah. Ia pun melihat ke peringkat sembilan. Akhirnya ia yang berawal dari peringkat akhir menuju peringkat depan, peringkat 7! Ternyata,.. Alin Nahwa Fitria. Alhamdulillah batin Alin. Dengan NEM :
26,75, Bhs. Indonesia : 8,25, MTK : 10.00, IPA : 8.75
~Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan
Ar-Ra'd (13) : 11
Ar-Ra'd (13) : 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar