Sabtu, 26 September 2015

Menjemput Mimpi yang Hilang


Bulan mulai menjemput cakrawalanya. Sedari tadi terdengar suara pijakan kaki yang semakin hanyut dengan suasana malam ini, setelah hujan deras dengan petir yang menyambar sore tadi. Seorang perempuan berjaket biru corak putih yang bersaku kanan-kiri melangkah menyusuri jalan setapak, penghubung kios-kios kecil dengan rumah-rumah pedagang asongan, gubuk-gubuk dari koran dan kardus bekas yang atapnya tertutup oleh seng-seng putih berkarat, coklat kemerah-merahan. Tidak sampai 10 menit, perempuan itu memasuki sebuah kafe, tepatnya 5 langkah dari kios pertama, Kafe Neerow, bangunan paling tua dari yang lainnya.
            Pintu berwarna coklat kayu bertuliskan NEEROW dengan ukuran besar terpampang jelas menyambut konsumen dan para pelanggan kafe tersebut. Kafe bergaya Eropa dengan arsitektur menawan, memancarkan cahaya lampu-lampu kuningnya, mencoba menembus gelapnya malam. Perempuan itu langsung duduk di bangku belakang, memesan minuman hangat, Cappuchino Hot Cookies yang diatasnya bertabur parutan coklat pahit. Perempuan itu mengambil HP dari jaketnya dan membuka flipcase, menekan tombol musik. Dengan headset perempuan itu mendengarkan sebuah lagu OST. Dream High yang berjudul Superstar.

Entah berapa lama setelah itu, sambil meletakkan gelas berisi, seorang pelayan kafe berkata, “Ini pesanannya, satu gelas Cappuchino Hot Cookies. Selamat menikmati.” Tersenyum manis menghiasi wajah pelayan tersebut, seraya kembali membawa nampan hitam NEEROW ke dapur kafe. Dengan muka cuek, perempuan berjaket itu menyeruput minumannya, hangat.
            Tak lama setelah itu, sepertinya kafe tersebut akan mendapati konsumen lagi. Tiga orang perempuan masuk ke dalam kafe, ada yang menggunakan jaket putih bleret pink dengan pita merah menempel di kepalanya, sweater hijau dengan topi oranye, serta seorang perempuan dengan baju lengan panjang berwarna merah berpola bunga sakura. Dua diantaranya memesan Hot Chocolate dan yang lainnya memesan Hot Vannila Coffee. Sambil menunggu pesanan, tiga perempuan tersebut menghampiri perempuan berjaket biru yang tadi memesan Cappuchino Hot Cookies.
            “Hai, Lin..” sapa lembut perempuan dengan sweater hijau ke arah perempuan berjaket biru, Alin namanya. Perempuan yang kerap disapa Alin, seraya menengok dan berkata, “Hai Ghi !” “Duduk gih.” Ghi dan dua temannya seraya duduk dekat Alin. “Thea, jaket baru, ya ?” tanya Alin. “Nggak sih, udah sebulan yang lalu.” Jawab perempuan berjaket putih bleret pink tersenyum tipis, Thea. “Oh, ya ?” Alin mengangkat alis kanannya tingi-tinggi. “Iya..” jawab Thea menganggukan kepala, tersembul pita kecil berwarna merahnya. “Okelah..”
            Tak lama setelah itu, datang pelayan kafe yang sama, serta membawa nampan yang sama persis dengan yang tadi, nampan hitam dengan tulisan NEEROW dibaliknya, pelayan kafe itu langsung meletakkan pesanan tiga orang teman Alin, dua Hot Chocolate dan satu Hot Vannila Coffee. Senyum manis menyembul dari bibir si pelayan kafe, berkata dengan nada bicara yang sama, “Ini pesanannya, satu gelas Hot Vannila Coffee dan dua Hot Chocolate. Selamat menikmati.”
            Mereka berbincang-bincang hingga lupa waktu. Jam kafe menunjukkan pukul setengah sembilan malam. “Lin, Ujian Sekolah kapan sih ?” tanya perempuan dengan baju lengan panjang warna merah, tiba-tiba. “Entahlah. Mungkin bulan Mei.” Jawab Alin seraya mengambil gelas minumannya yang hampir habis, ia menyeruput Chocolate Hot Cookies-nya hingga habis, tak tersisa. “Bener tuh, kata Alin ! Mei nanti, awal-awal sih !” kata Ghi menambahkan “Ooo... sebentar lagi dong, 5 bulan lagi !” kata perempuan dengan baju lengan panjang. “Memang kenapa, Er ?” tanya Alin. “Nggak, aku cuman mau ngajak kamu belajar bareng.” Ucap perempuan berlengan panjang, Erika. Thea dan Ghi menyeruput minumannya. “Iya Lin, pasti seru deh kita berempat belajar bareng !” tambah Ghi. “Lin, ayolah ! Mau dong...” Thea memohon dengan harap, matanya berkedip-kedip, berulang kali, terpampang jelas di wajahnya muka memelas. “Gimana ya ?” kata  Alin sedikit bimbang menjawab. Ia tidak suka kalau diajak belajar bersama, apalagi dalam rangka menyambut Ujian Sekolah, paling malas, Huh.
Drrt, drrt, drtt... HP Alin bergetar. Ia langsung mengangkat hp-nya dari saku bagian kanan jaketnya. Mengeluarkan HP sambil membuka flipcase. Ayah, pasti disuruh pulang ! batin Alin. “Bentar ya teman-teman, Ayahku nelpon nih !” Alin berjalan menjauh, keluar dari kafe, berdiri tepat di samping jendela kaca besar dengan lebar hampir 1,5 meter, menggenggam HP nya dan diangkatnya tinggi-tinggi ke telinga. Wajah Thea yang sedari tadi penuh rasa berharap, telah berubah pucat. Ia tahu pasti Alin tidak mau diajak belajar bersama. “Ah, Alin pasti nggak mau !” bisik Thea kepada Ghi dan Erika. “Positive Thinking dong, Thea !” bisik Erika kepada Thea. “Iya, deh !” ucap Thea menjawab. “Ya udah, kita tunggu aja dulu !” kata Ghi menyarankan. Thea mengangguk tanda setuju. Mereka bertiga menunggu Alin selesai telpon.
            Di lain tempat, di luar kafe, di samping jendela kaca besar. “Ada apa ?” tanya Alin di pesawat telpon. “Ayo, pulang ! Udah malam, Lin !” kata Ayah Alin, “Iya deh, entar dulu. Jam sembilan, ya Yah !” Alin mencoba meminta, “Nggak bisa, Lin. Udah larut malam, ini, nanti Bundamu marah lagi lho !” Ayah Alin mulai mengancam, “Iya iya..” Alin hanya bisa mengiyakan. Alin langsung masuk kafe, sambil berfikir Kalau misalnya aku pulang dulu,.. e.. Ah, nggak apa-apa sih, aku nggak usah bahas masalah Ujian Sekolah, Mei nanti !
            Alin berjalan masuk ke arah kafe, di dalam hatinya ia merasa senang, tetapi di wajahnya terpampang muka merengut. “Lin, kamu mau pulang ya ?” tanya Thea. “Iya, mau gimana lagi...” Alin belum sempat menyelesaikan ucapannya, “Terus gimana dong ! Kamu mau ikut nggak ? Tiap Hari Sabtu, Lin ! Seminggu sekali latihan lumayan, kan ?” potong Erika, Emmh.. gimana niih, aduuh ! Alin merasa bingung, sembari berjalan mundur ke arah kasir, Alin berkata, “Di Sekolah, deh ! Aku kasih jawabannya..” “Tuh kan !” Thea langsung bergidik lesu. Alin segera memberi senyuman kepada Thea sembari menengok ke arah kasir dan membayar sejumlah harga minumannya. “Berapa mbak, satu Chocolate Hot Cookies ?” Penjaga kasir langsung menghitung di komputer kasirnya, “Empat belas ribu, dek.” Alin mengeluarkan uang senilai dua puluh ribu dari kantong celana jeans-nya kepada penjaga kasir. Penjaga kasir mengeluarkan sejumlah uang kembaliannya, “Ini ya, kembaliannya enam ribu.” Alin langsung menerima uang dari penjaga kasir, segera pergi dari Kafe NEEROW tempat ia duduk menenangkan diri, tetapi malah diganggu oleh ketiga temannya. Sebenarnya bukan mengganggu sih, tapi,.. ah ya, sudahlah...
            Alin-pun pulang menyusuri jalan yang sama, jalan setapak. Ia mengeluarkan HP nya dan memutar lagu yang sama, Superstar. Perjalanan pulang Alin dari kafe berakhir di samping jalan raya sebelah kanan, rumah Alin. Rumah Alin lumayan besar, ia mempunyai 1 mobil dan 3 motor milik Ayahnya dan kedua kakak-kakaknya, serta 3 sepeda, dua milik Alin dan satunya lagi milik kakak keduanya. Alin memang tidak suka berangkat pakai mobil, dia lebih suka berangkat menggunakan sepeda, hijau warnanya, bersama Erika dan Ghi, karena rumah mereka berdekatan, hanya selisih 3 sampai 5 rumah.

Keesokan harinya,...                                                         
“Lin, gimana ? Kamu mau nggak ?” tanya Thea tak sabar sesampainya Alin meletakkan sepedanya di tempat parkir sekolah, Garuda Elementary School I. “Kayaknya nggak bisa, deh Thea ! Lagi banyak tugas.” Jawab Alin bohong. “Ya udah deh nggak apa-apa.” Thea langsung meninggalkan Alin dengan muka merengut. Thea langsung mendekati Ghi dan Erika, “Ghi, Er, si Alin nggak mau ! Kita bertiga dong, berarti.” Gerutu Thea. “Mau gimana lagi ?” kata Erika pasrah, Ghi hanya membalas gerutu Thea dengan senyuman manisnya, “Lagian teman-teman lain yang mau ikut juga bisa kan, selain Alin ?”
2 bulan kemudian,...
            “Anak-anak, minggu depan, akan diadakan PRA Ujian Sekolah atau lebih singkatnya dengan nama PRA US, untuk itu sebaiknya anak-anak mulai dari sekarang dicicil belajarnya. Agar saat PRA US sudah siap.” Kata Bu Dessy, selaku wali kelas 6F, kelas Alin. Alin mendengarkan penjelasan Bu Dessy dengan malas dan menggerutu pada dirinya sendiri, Huh, Ujian Ujian Ujian, kayak nggak ada yang lain ! Santai dong, masih ada sekitar 2 bulan-an kan.. Sebel deh ! Nggak dirumah nggak di sekolah, pasti topik pembicaraannya ‘Belajar Ujian Sekolah’
            “Baik, Bu Guru...” ucap seluruh murid-murid setelah mendengarkan penjelasan Bu Dessy. “Siapa di sini yang sudah mulai belajar dari materi kelas 4 dan 5 ?” tanya Bu Dessy. Tidak ada yang mengangkat tangannya kecuali dua murid perempuan, Siska dan Ana. “Baik.” Kata Bu Dessy.
            Kriiiiing.... bel istirahat berbunyi. Seluruh murid langsung keluar kelas menuju kantin, termasuk Alin. Alin pergi ke kantin sendirian, tanpa Ghi, Thea, dan Erika, rupanya mereka bertiga harus menyelesaikan tugas piketnya terlebih dahulu, menghapus papan tulis, mengisi tinta spidol, dan sebagainya. Alin keluar kantin sambil membawa bungkusan nasi goreng kesukaannya, memakannya dengan sangat lahap. Nyaam.. yummy...

Saat pengumuman PRA US tiba,...
            Banyak anak-anak mengrumuni sebuah papan panjang berwarna biru. Ghi dan Thea sudah ada di krumunan tersebut. Alin bejalan keluar dari kelas, dan mencoba menebak-nebak apa yang sedang terjadi. “Apa sih ?” tanya Alin kepada teman sekelasnya, Mahardika. “Itu, pengumuman PRA US. Kesana yuk !” ajak Mahardika, “Boleh juga tuh !” jawab Alin. Alin berjalan santai menghampiri papan pegumuman tersebut, sedangkan Mahardika sangat bersemangat, sedikit berlari.
            “Lin, kamu peringkat berapa ?” tanya Ghi yang sejak tadi sudah melihat hasil PRA US, “Nggak tau, ni mau lihat.” Jawab Alin, “Kamu peringkat berapa, Ghi “ tanya Alin sekali lagi, “Alhamdulillah, aku peringkat ke-tiga.” Jawab Ghi tersenyum simpul. “Wah, selamat ya..” Alin tampak senang. Kalo Ghi bisa peringkat tiga, aku... Alin mulai berangan-angan.
            Alin mulai melihat dari peringkat teratas, ternyata bukan, peringkat pertama tertulis Erika Mufida Zulfa, itu nama lengkap Erika. Peringkat dua bukan juga, sampai peringkat 52, Alin tampak gelisah, ia melihat peringkat lima terakhir ternyata, Alin Nahwa Fitria. Alin tampak sedih, ia tak menyangka mendapat ranking lima terakhir. Ia mulai menyalahkan dirinya sendiri, nasi sudah jadi bubur. Ia sudah tak dapat lagi merubah nasib buruknya, kejadian yang sangat-sangat fatal.
            Sesampainya di kelas, murid-murid ramai menyebutkan nama Alin, sampai berbisik-bisik. Alin mulai sadar, dirinya memang suka mengentengkan semua pelajaran, entah itu saat Ulangan, Psikomotor, UTS, bahkan UAS. Memang, sejak kelas 1, Alin anak yang pandai semua mata pelajaran. Namun, saat masuk kelas 6 selalu saja Ulangan atau Psikomotor nilainya pas-pasan, ada juga yang dibawah KKM, remidi.
            Alin kini sadar. Ia pulang dengan hati sedih dan muka merengut lesu. Sebelum pulang, ia pergi ke Kafe Neerow. Ia ingin menenangkan hatinya di sana. Setelah selesai, ia mencoba menelpon Thea, yang pernah ia lukai hatinya karena tak mau ikut belajar bersama. “Iya. Halo, Lin.” Suara Thea terdengar dari pesawat telepon. “Eh, gini Thea. Aku mau ikut dong belajar barengnya, boleh ya !” kata Alin balik memohon. “Boleh, emang kenapa kok tiba-tiba kamu mau ikut gitu ?” tanya Thea. “Eheh, e.. peringkatku jelek banget ! Peringkat terbawah, Thea !” kata Alin dengan nada kasihan, “Yang benar aja, jangan sedih dong, Lin ! Kamu bisa ikutan, sekarang bukan Hari Sabtu aja, tiap Hari Selasa, Rabu, sama Sabtu.” Ujar Thea dari balik telepon. “Siip.. dimana ?” tanya Alin lagi, sekarang ia tampak sudah tidak begitu sedih. “Di rumahmu juga bisa ! Nanti aku bilang ke Ghi sama Erika. Oh, ya ada dua teman yang udah ikut gabung.” Thea menjawab sekali lagi, Alin sudah pasti bisa menebak, “Siska dan Ana, pasti. Iya kaan ?” “Eh, kok tau ?” Thea mulai heran, “Tau, dong !” ucap Alin, “Udah dulu, ya Thea ! Sampai ketemu besok di rumahku.” Kata Alin menambahkan. Flipcase HP Alin ditutup.

Detik-detik menjelang Ujian Sekolah,..
            Alin sudah siap berangkat sekolah. Penampilan Alin mulai berbeda, ia dikepang rambutnya dengan pita warna-warni yang indah, rambutnya yang panjang seringkali membuat Alin merasa terganggu, tidak konsentrasi. Alin tampak lebih lucu dari sebelum-sebelumnya. Seperti bias,a Alin berangkat menggunakan sepeda kesayangannya, sepeda berwarna hijau.
            Setibanya di sekolah, Alin langsung memakirkan sepedanya di tempat biasa. Alin menghampiri kelas 6F, kelasnya. Banyak murid-murid saling berbisik tentang Alin. Tetapi Alin tampak tak menghiraukannya. Alin terus tersenyum pada siapa saja. Ia tak ingin kejadian peringkat PRA US-nya terulang kembali. Ia sudah siap dengan semuanya : materi, peralaan LJK, dan tak lupa ia selalu memanjatkan do’a sebelum ujian dimulai.

Beberapa minggu kemudian,..
            Tak terasa sudah 2 minggu setelah Ujian Sekolah dimulai. Alin sudah tak sabar dengan peringkat Ujian Sekolahnya. Jam istirahat sudah terdengar dan mengiang di telinga Alin sejak tadi-tadi. Alin segera menghampiri Kelas 6C untuk menghampiri Erika dan Ghi bersama Siska dan Ana, tak lupa ia menghampiri Kelas 6B, Thea teman terbaik Alin.
            Mereka ber-enam saling mengobrol tentang Ujian Sekolah 2 minggu yang lalu. “Gimana ? yang paling susah menurut kalian mapel apa ?” tanya Erika, “Kalo menurutku Bahasa Indonesianya, Er !” kata Ghi, “Iya tuh ! Aku juga..” kata Siska dan Alin. “Emm.. betul juga. Tapi, kalo menurutku paling susah siih.. IPA. Banyak hafalannya, kan.” Kata Ana berpendapat yang lain. “Kalo aku, Matematika ! Ngapalin rumusnya itu lho !” Erika mulai berpendapat dengan pertanyaan yang telah ia lontarkan sendiri. “Hahaha.. iya juga ! Tapi kalo belajar bareng jadi tambah gampang dan lebih cepat hafalnya, nambah wawasan lagi..” kata Thea, “Betul, betul, betul..” ucap Alin menirukan seorang tokoh di animasi milik Malaysia, Ipin. Tawa dan canda-pun menyelimuti obrolan mereka.
            “Murid-murid silahkan kalian melihat hasil pengumuman Ujian Sekolah !” kata Pak Bin dari pengeras suara. “Eh, ayo temen-temen !” kata Alin tak sabar. “Iya..” mereka berlari penuh semangat. Setibanya di papan pengumuman, Alin melihat peringkat paling bawah. Ia memohon kepada Allah agar tidak dapat peringkat paling bawah lagi. Dan,.. bukan Alin yang berada di peringkat terbawah. Ia pun melihat ke peringkat sembilan. Akhirnya ia yang berawal dari peringkat akhir menuju peringkat depan, peringkat 7! Ternyata,.. Alin Nahwa Fitria. Alhamdulillah batin Alin. Dengan NEM : 26,75, Bhs. Indonesia : 8,25, MTK : 10.00, IPA : 8.75

~Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan
Ar-Ra'd (13) : 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar